Warta republik.com, Sanggau – Deru mesin dompeng kembali mengusik ketenangan bantaran Sungai Kapuas, Kabupaten Sanggau. Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang sempat mereda kini beroperasi kembali, berpindah ke Dusun Tanjung Priuk, Desa Inggis. Masyarakat semakin resah melihat dampak buruk yang ditimbulkan, mulai dari pencemaran lingkungan hingga ancaman kesehatan. Sayangnya, Aparat Penegak Hukum (APH) terkesan lamban dalam bertindak.
Hasil investigasi Warta Global Republik (WGR) menemukan bahwa para pelaku PETI masih menggunakan metode tradisional dengan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida. Kedua zat ini tidak hanya merusak ekosistem Sungai Kapuas, tetapi juga mengancam kesehatan warga yang bergantung pada sungai sebagai sumber air bersih.
"Dulu air sungai masih jernih, sekarang sudah berubah keruh. Ikan pun makin sulit didapat," ujar seorang nelayan dengan nada kecewa.
Hukum Ada, Tapi Penindakan Lemah
PETI bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga merupakan tindak pidana serius. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara tegas menyatakan bahwa penambangan tanpa izin dapat dikenai hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar. Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga melarang pembuangan zat beracun ke lingkungan.
Ironisnya, meskipun berbagai regulasi telah mengatur dengan jelas, PETI masih berlangsung tanpa tindakan nyata dari APH. Warga mengaku sudah beberapa kali melapor, tetapi hingga kini belum ada penindakan serius.
"Kami sudah sering melaporkan ini, tapi tidak ada langkah tegas. Apa harus menunggu bencana dulu baru bertindak?" ujar seorang tokoh masyarakat.
PETI Mengancam Generasi Mendatang
Dampak PETI bukan sekadar pencemaran air dan tanah. Merkuri yang terlepas ke lingkungan bisa menyebabkan gangguan saraf, penyakit kulit, hingga keracunan bagi masyarakat yang mengonsumsi ikan atau menggunakan air dari Sungai Kapuas. Jika dibiarkan, dampaknya bisa lebih luas dan membahayakan generasi mendatang.
Masyarakat mendesak pemerintah dan APH untuk segera menindak tegas pelaku PETI dan tidak hanya melakukan razia sesaat tanpa tindak lanjut. Lebih dari itu, solusi jangka panjang harus diterapkan, termasuk pemberian alternatif mata pencaharian bagi masyarakat yang selama ini bergantung pada tambang ilegal.
Sungai Kapuas adalah urat nadi kehidupan di Kalimantan Barat. Jika terus dibiarkan rusak, bukan hanya lingkungan yang hancur, tetapi juga masa depan ribuan warga yang menggantungkan hidup pada sungai ini.
APH, jangan diam! Ini saatnya bertindak sebelum Sungai Kapuas hanya tinggal kenangan.
Editor;[johandi]
Sumber;[Tim WGR]