
Wartarepublik.com ||
Onolimbu, Nias Barat, Sumut --
Proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama di Desa Onolimbu, Kecamatan Lahomi, Kabupaten Nias Barat, telah resmi dimulai dengan seremoni groundbreaking oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jum'at, (11/7/2025).
Namun, di balik kemegahan seremoni dan alokasi dana senilai Rp. 142 miliar, tersimpan potensi masalah besar yang mengancam keberlangsungan proyek ini.
Proyek strategis nasional yang menyasar wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) ini dimenangkan oleh PT. Tureloto Battu Indah, sebuah perusahaan yang nyaris tak dikenal publik, namun berhasil mengungguli nama-nama besar seperti PT. Waskita Karya (Persero) Tbk dalam proses tender ulang.
Seperti di ketahui,
Pada tender awal, hanya satu peserta yang dinyatakan lulus yakni PT. Tureloto Battu Indah hingga akhirnya tender dibatalkan. Dalam tender ulang yang diikuti 14 peserta, PT. Tureloto kembali muncul dan ditetapkan sebagai pemenang setelah mencatatkan penawaran terkoreksi Rp138.286.818.003, dengan skor akhir 98,39, sedikit lebih tinggi dari PT. Waskita Karya yang mengajukan Rp139.712.455.300 dan skor 94,97.
Sebanyak 12 peserta lainnya, termasuk perusahaan BUMN seperti PT. PP dan PT. Hutama Karya, dinyatakan gugur karena tidak lolos evaluasi teknis. Hal ini menimbulkan dugaan adanya rekayasa syarat teknis yang secara tidak langsung mengarahkan kemenangan kepada satu pihak tertentu.
Lebih mencemaskan lagi, PT. Tureloto Battu Indah bukanlah pemain baru tanpa kontroversi. Berdasarkan penelusuran dari berbagai sumber terbuka:
Pada 2023, perusahaan ini sempat masuk daftar hitam (blacklist) Balai Prasarana Permukiman Wilayah Jawa Barat, namun tetap memenangkan proyek strategis lainnya seperti pembangunan kantor Bupati Batu Bara senilai Rp54 miliar.
Dalam perkara di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), PT. Tureloto pernah menjadi pihak terlapor dalam dugaan persekongkolan tender proyek jalan di Kabupaten Bogor.
Terlibat dalam beberapa sengketa hukum, mulai dari kasus wanprestasi di Surabaya, gugatan lelang di PTUN Manado, hingga konflik kerja sama operasi (KSO) di Sumatera Barat.
Mengerjakan proyek Pasar Modern Sibolga senilai ±Rp61 miliar yang pelaksanaannya menuai pertanyaan publik terkait transparansi material dan keabsahan dokumen perusahaan.
Fakta-fakta ini menimbulkan kecurigaan bahwa keberhasilan perusahaan ini dalam memenangkan tender besar, termasuk RS Pratama Nias Barat, tidak semata-mata didasarkan pada kompetensi teknis, melainkan diduga melibatkan praktik-praktik tidak sehat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah.
Adapaun resiko gagal Dengan waktu pelaksanaan yang hanya hingga Desember 2025, proyek ini berada dalam tekanan waktu yang sangat ketat. Apalagi, proses tender yang berlarut-larut telah memangkas masa kerja ideal. Pengalaman buruk perusahaan dalam proyek-proyek sebelumnya menambah kekhawatiran masyarakat bahwa pembangunan RS Pratama ini rawan gagal selesai tepat waktu atau menurun kualitasnya.
Pihak LPSE Nias Barat hingga saat ini belum memberikan penjelasan rinci terkait pembobotan teknis dan alasan spesifik mengapa PT. Tureloto dinilai lebih unggul dibanding perusahaan-perusahaan nasional dengan rekam jejak puluhan tahun di sektor konstruksi.
Dalam proyek bernilai ratusan miliar rupiah yang menyangkut pelayanan kesehatan publik, transparansi dan akuntabilitas mutlak diperlukan. Kementerian Kesehatan, Inspektorat, hingga Aparat Penegak Hukum (APH) perlu mencermati lebih jauh proyek ini mulai dari proses lelang, evaluasi, hingga pelaksanaan di lapangan.
Karena jika dugaan pengondisian dan lemahnya pengawasan benar adanya, yang akan menjadi korban bukan hanya keuangan negara, tapi juga ribuan warga Nias Barat yang selama ini kesulitan mengakses layanan kesehatan layak.
𝐂.𝐀𝐆