Jakarta | INVESTIGASI — Plh. Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Gunawan Eko Movianto mengatakan salah satu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan yaitu dengan memberdayakan masyarakat melalui pola perhutanan sosial serta membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengajukan akses pengelolaan areal hutan.
“Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan dalam berkontribusi melalui pendekatan tematik multisektor dan lintas urusan bidang perlu dioptmalisasikan. Selain itu juga, diperlukan sinkronisasi program pusat dan daerah yang mendukung perhutanan sosial serta peran Sekretaris Daerah kabupaten/kota sebagai fungsi koordinatif dalam percepatan perhutanan sosial,” terang Gunawan pada pertemuan pusat dan daerah dalam rangka penguatan kelembagaan perhutanan sosial yang diselenggarakan secara hybrid, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK Mahfudz memaparkan maksud dan tujuan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023 tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Menurutnya, Perpres diterbitkan untuk menjawab masih belum tercapainya target akses rakyat terhadap perhutanan sosial. Dari target yang ditetapkan sebesar 12,7 juta hektar, saat ini baru tercapai 5,6 juta hektar.
Mahfudz menyampaikan saat ini baru terdapat 2087 pendamping perhutanan sosial dari target yang harus dicapai sebesar 23400 pendamping. Selain itu, jumlah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) saat ini hanya terdapat 10.083 KUPS dari target percepatan pengembangan usaha perhutanan sosial sebanyak 17.000.
Ia berharap Perpres 28 Tahun 2023 dapat mendorong percepatan pengelolaan perhutanan sosial dengan dukungan serta kolaborasi antar kementerian/lembaga, Pemerintah Provinsi, serta Pemerintah Daerah kabupaten dan kota.
Dalam kesempatan yang sama, pakar perencanaan dan penganggaran Royadi menyampaikan sinergisasi program dan kegiatan perhutanan sosial lintas urusan di daerah. Ia menjelaskan bagaimana mensinergikan program kegiatan perhutanan sosial agar dapat masuk ke dalam perencanaan dan penganggaran di daerah.
“Pelaksanaan urusan konkruen yang terkait dengan kehutanan hanya diotonomikan ke provinsi dan kabupaten/kota hanya Tahura. Untuk dapat mensinergikan program kegiatan secara operasional, diperlukan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK). Daerah wajib mempedomani NSPK yang menjadi panduan dalam mengintegrasikan program kegiatan yang dikeluarkan kementerian/lembaga terkait target kinerja pembangunan daerah,” jelas Royadi.
Selanjutnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjelaskan tentang konsep ekowisata yang mendukung perhutanan sosial. Dalam paparannya, Andy Widyanta menjelaskan, tanggung jawab Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Program Rencana Aksi percepatan pengelolaan perhutanan sosial berdasarkan Perpres Nomor 28 Tahun 2023, adalah dalam penguatan kelembagaan kelompok perhutanan sosial, yakni dengan memfasilitasi pembentukan dan peningkatan Kualitas Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), peningkatan sarana prasarana wisata KUPS dengan memfasilitasi sarana wisata serta bimbingan teknis dan promosi serta pemasaran.
Kemenparekraf juga akan memfasilitasi kapasitas SDM dan penguatan destinasi bagi pengembangan desa wisata serta mengidentifikasi kebutuhan sejumlah pendamping perhutanan sosial dengan mengalokasikan SDM pendamping dan anggaran operasional pendamping.
Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Desa PDTT Friendy P.Sihotang menyampaikan tentang pemanfaatan dana desa untuk perhutanan sosial. Menurutnya, dana desa berfokus untuk menyelesaikan permasalahan di desa seperti kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.
Friendy menambahkan berdasarkan Peraturan Menteri Desa Nomor 8 Tahun 2022 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa 2023, salah satunya adalah pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa, yakni dengan pendirian, pengembangan, dan peningkatan kapasitas pengelolaan BUMDesa/BUMDesa Bersama, yang mana pengembangan usaha ekonomi produktif diutamakan dikelola BUMDesa/BUMDesa Bersama, seperti pengelolaan hutan desa, pengelolaan hutan adat, pemanfaatan potensi wilayah hutan, dan optimalisasi perhutanan sosial.
Selain itu, prioritas penggunaan dana desa juga terdapat pada kegiatan untuk ketahanan pangan nabati dan hewani, yakni untuk pengembangan usaha pertanian, perkebunan, perhutanan, peternakan, dan/atau perikanan.
Dalam penutupan kegiatan tersebut, Kasubdit Kehutanan Dyah Sih Irawati memberikan beberapa poin penekanan dan harapan antara lain bahwa dengan terbitnya Perpres Nomor 28 Tahun 2023 dapat segera mempercepat target perhutanan sosial di daerah, dukungan NSPK dalam integrasi perhutanan sosial dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, serta optimalisasi pemanfaatan dana desa untuk fasilitasi kegiatan perhutanan sosial.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh peserta dari Bappeda dan Dinas Kehutanan Provinsi se-Indonesia serta narasumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Desa, Transmigrasi dan PDT, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan pakar perencanaan. (Red/Melann!)