HALSEL: WARTA REPUBLIK,-Keputusan Bupati Halsel dinilai sangat Formalistik, Pasalnya, pasca diberhentikan 13 Kades oleh Bupati Halsel akibat Hasil Sengketa Pilkades yang dimenangkan oleh Para Penggugat (Cakades) di Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon pada beberapa waktu lalu. Kini, orang nomor satu di Halmahera Selatan itu mengangkat Karteker untuk mengisi jabatan pada 13 Desa tersebut yg tujuannya untuk menjalankan roda pemerintahan di tingkat Desa serta mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Definitif nantinya.
Praktisi Hukum Safri Nyong, S.H. Pada awak media Sabtu 22 juni 2024, menilai bahwa Keadaan yg demikian ini menunjukkan bahwa Bupati Halsel sangat formalistik, dan terkesan kaku dalam menjalankan pemerintahan, khususnya mengenai sikap Bupati Halsel terkait peristiwa hukum kongkrit yg berkaitan dengan Proses maupun Hasil Pilkades Serentak Tahun 2022 lalu, dimana, beberapa diantaranya bermuara pada sengketa tata usaha negara melalui Pangadilan TUN Ambon yang diajukan oleh Para Penggugat (Cakades) yg saat itu menilai Penerbitan Keputusan Bupati Halsel yang mengesahkan Kades Terpilih pada ke 13 Desa tersebut mengandung cacat hukum dari aspek prosedur maupun aspek substansi, karena semestinya ke-13 Penggugat tersebutlah yang patut dan sah menurut hukum untuk disahkan sebagai Kades Terpilih pada Pilkades serentak Tahun 2022 tersebut, dan bukan sebaliknya ke-13 Kades yang baru diberhentikan saat ini, pasca Putusan PTUN Ambon. Hal ini telah terbukti melalui sengketa TUN a quo dan tercermin dalam Pertimbangan Hukum Putusan a quo masing-masing.
"Sehingga pemberhentian terhadapan ke-13 Kades tersebut oleh Bupati Halsel yg berdasar pada beberapa putusan TUN Ambon a quo, mestinya tidak hanya dipotret secara formalistik mengenai aspek ketidak berlakuan SK masing-masing ke-13 Kades dimaksud semata.
"Akan tetapi lebih dari itu, Bupati Halsel mestinya lebih objektif dan progresif dalam melihat serta memaknai reasoning dari pemberhentian ke-13 Kades dimaksud yang kesemuanya mengacu pada Putusan PTUN Ambon a quo yang amarnya membatalkan SK Bupati tentang pengesahan ke 13 Kades tersebut.
"Artinya, Bupati Harus mengangkat dan/atau mengesahkan ke-13 Penggugat (cakades) yang mengajukan sengketa di Pengadilan TUN Ambon tersebut.
"Kendatipun tidak terdapat satupun diktum didalam Amar Putusan a quo masing-masing yang memerintahkan Tergugat (Bupati Halsel) untuk serta-merta melantik Para Penggugat. Akan tetapi putusan-putusan a quo, didalamnya telah mengandung penilaian hukum yg logis terhadap peristiwa hukum kongkrit mengenai Proses dan Tahapan Pilkades Serentak Tahun 2022, yg bermuara pada pengesahan ke-13 Kades yang baru diberhentikan tersebut melalui SK Bupati Halsel yang menjadi objek sengketa di PTUN Ambon. Dimana melalui putusan-putusan a quo, secara tegas membatalkan SK dari ke-13 Kades tersebut.
Dengan demikian, maka Putusan-putusan a quo harus dipotret secara utuh, sebab Amar putusan a quo yg masing-masing secara tegas menyatakan Mangabulkan Seluruh Gugatan Penggugat (ke-13 Cakades) tersebut dan menyatakan Membatalkan Objek Sengketa (SK Bupati) tidak serta merta lahir dari ruang kosong, akan tetapi secara prinsipil didasari pada suatu reasoning/pertimbangan hukum yang disaring dari fakta-fakta hukum mengenai prosedur dan substansi penerbitan SK ke-13 Kades tersebut (objek sengketa) oleh Bupati Halsel yg mana telah terbukti bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan maupun Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
"Karenanya, jika Bupati Halsel tidak mengesahkan dan/atau melantikan ke 13 cakades (penggugat) ini, dan tetap mempertahankan karteker untuk menjalankan pemerintahan desa serta mempersiapkan pelaksanaan pilkades definitif nantinya, maka kebijakan dan/atau langkah Bupati Halsel ini sangat Terang dan jelas telah mencederai hak-hak konstitusional dari ke-13 Cades (penggugat) ini yang memenangkan sengketa pilkades di PTUN Ambon pada beberapa waktu lalu"
"Alasannya sederhana, bahwa proses sengketa di PTUN Ambon yang telah melahirkan beberapa Putusan a quo harus dilihat sebagai satu kesatuan peristiwa hukum yang melekat pada agenda Pilkades Serentak Tahun 2022, yang secara prinsipil bermuara pada adanya Kades Difinitif hasil Pilkades Serentak Tahun 2022." Tegas, Safri.
Jadi jangan dilihat sepotong-sepotong, seakan-akan putusan TUN Ambon membatalkan SK dari ke-13 Kades ini lantas sesederhana itu dilakukan pengisian Karteker dan mengabaikan hak-hak konstitusional dari para cakades ini yg telah mengikuti proses pilkades serentak tahun 2022 sejak awal hingga berujung pada ruang peradilan, yg mana telah menghabiskan energi, waktu, bahkan materi yg tidak sedikit. Tutup Safri.
Draken/"