WARTAREPUBLIK.COM - Penipuan berkedok Multi Level Marketing (MLM) semakin marak di Indonesia, dengan banyaknya korban yang terjebak dalam skema piramida. Meskipun MLM adalah model bisnis yang sah dan banyak dijalankan di berbagai negara, terdapat praktik-praktik ilegal yang menyamarkan diri sebagai bisnis yang sah. Salah satu modus yang sering dilakukan adalah mengutamakan perekrutan anggota baru ketimbang menjual produk, yang pada dasarnya adalah ciri utama skema piramida.
Modus penipuan ini sering terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang perbedaan antara MLM yang sah dan penipuan piramida. Dalam skema piramida, keuntungan didapatkan dari rekrutmen anggota baru, bukan dari penjualan produk yang berkualitas. Anggota yang sudah bergabung diwajibkan membayar sejumlah uang dan selanjutnya diminta merekrut orang lain untuk mendapatkan bonus, menciptakan rantai yang akhirnya akan terputus ketika tidak ada lagi anggota baru.
Produk yang ditawarkan dalam skema ini biasanya tidak bermanfaat, berkualitas rendah, atau bahkan tidak ada sama sekali. Beberapa pelaku menawarkan produk digital seperti ebook atau software yang sulit dinilai kualitasnya sebelum dibeli. Harga produk ini biasanya jauh lebih mahal dibandingkan produk serupa yang ada di pasaran, membuat produk tersebut sulit untuk dijual dan hanya digunakan sebagai kedok untuk menutupi aktivitas rekrutmen yang berkelanjutan.
Maraknya penipuan MLM berkedok skema piramida ini memanfaatkan minat masyarakat yang semakin tinggi untuk berinvestasi dan berwirausaha. Banyak dari bisnis ini disebarkan melalui jejaring sosial seperti Facebook atau seminar-seminar yang menarik perhatian calon korban dengan janji keuntungan cepat dan mudah. Sayangnya, setelah bergabung, sebagian besar peserta justru mengalami kerugian karena tidak mampu merekrut anggota baru dalam jumlah yang cukup.
Selain di Indonesia, bisnis MLM ilegal juga menjadi perhatian serius di berbagai negara. Di Amerika Serikat, misalnya, skema piramida telah dinyatakan ilegal dan para pelaku bisa dijerat dengan hukuman pidana. Namun, para penipu terus mencari celah untuk mengelabui masyarakat dengan menyamarkan skema mereka dalam bentuk MLM yang terlihat legal, lengkap dengan dokumen-dokumen pendirian usaha seperti NPWP dan SIUP.
Salah satu tanda yang dapat dikenali dari bisnis MLM yang baik adalah fokus pada penjualan produk yang berkualitas dan memiliki nilai di pasar. Bonus yang diberikan pun berasal dari hasil penjualan produk, bukan dari hasil perekrutan anggota. MLM yang baik juga akan memberikan dukungan yang jelas kepada anggota mereka, baik dalam hal pelatihan maupun layanan pelanggan.
Pemerintah Indonesia dinilai perlu lebih tegas dalam menangani masalah ini. Saat ini, regulasi yang ada belum cukup kuat untuk menindak bisnis penipuan berkedok MLM, sehingga masyarakat masih rentan menjadi korban. Jika tidak diatasi dengan cepat, bisnis seperti ini dapat menyebabkan pelarian modal ke luar negeri, di mana uang pendaftaran dan pembelian produk hanya menguntungkan pelaku bisnis di negara lain.
Masyarakat dihimbau untuk lebih berhati-hati dalam menerima tawaran bisnis MLM, terutama yang terlalu mengedepankan perekrutan anggota dibanding penjualan produk. Penting bagi calon pelaku usaha untuk mengevaluasi apakah produk yang ditawarkan benar-benar memiliki nilai jual, dan apakah mereka akan mampu menjual produk tersebut tanpa harus bergantung pada perekrutan anggota baru.
Dengan adanya kesadaran yang lebih tinggi dan regulasi yang lebih ketat, diharapkan penipuan berkedok MLM dapat ditekan, sehingga masyarakat tidak lagi menjadi korban dari praktik bisnis ilegal ini.[Bahri]