Oleh : M Al Husaini
Praktisi Digital dan Transformasi AI Sektor Publik/Tenaga Ahli DPR RI
Wartarepublik.id - Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, termasuk ketidakpastian geopolitik dan krisis lingkungan, kecerdasan buatan (AI) dan energi berkelanjutan menjadi dua konsep saling terkait yang membentuk ekosistem inovatif untuk masa depan Indonesia. Penerapan AI dalam manajemen tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga memberikan analisis data yang mendalam untuk pengambilan keputusan yang lebih baik. Menurut Sumber Badan Pusat Statistik 2024, Indonesia menunjukkan kesiapan yang signifikan untuk melangkah maju dalam transformasi digital berkat dukungan infrastruktur, kebijakan, dan sumber daya manusia yang memadai.
Transisi menuju energi berkelanjutan di Indonesia menjadi semakin mendesak, mengingat ketergantungan pada energi fosil yang mencapai 80% dari total produksi listrik, dengan batu bara menyumbang 61,55%. Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia menargetkan 23% penggunaan energi terbarukan dalam campuran energi pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Saat ini, kontribusi energi terbarukan baru mencapai 14,5%. Dalam konteks ini, AI dapat berperan penting dalam mengoptimalkan penggunaan sumber daya energi terbarukan dengan memprediksi produksi energi dari sumber seperti tenaga surya dan angin secara real-time. Menurut Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia memiliki potensi tenaga surya sebesar 207 GW; namun saat ini hanya sekitar 291 MW yang telah dimanfaatkan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dalam mendukung transisi energi bersih di Indonesia. Dalam berbagai pernyataannya, Bahlil menyatakan bahwa pemerintah akan mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai bagian dari strategi untuk mencapai target bauran energi terbarukan. Ia juga menekankan perlunya peningkatan porsi pemanfaatan EBT dalam bauran energi nasional untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
AI juga mendukung pengembangan ekonomi sirkular dengan mempromosikan pemanfaatan kembali sumber daya dan pengurangan limbah. Penerapan teknologi jaringan pintar (smart grid) yang didukung oleh AI dapat meningkatkan distribusi energi berdasarkan permintaan aktual. Dengan sistem ini, efisiensi penggunaan energi dapat meningkat secara signifikan, menciptakan siklus positif di mana penggunaan AI mendorong peningkatan efisiensi energi hijau.
Keterkaitan antara AI dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) juga tidak dapat diabaikan. AI memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas hidup melalui pendidikan dan layanan kesehatan. Platform pembelajaran adaptif yang didukung oleh AI dapat memberikan akses pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat. Laporan dari UNDP menunjukkan bahwa negara-negara yang mengadopsi teknologi digital secara luas mengalami peningkatan IPM yang signifikan.
Namun, ada kekhawatiran bahwa ketergantungan pada teknologi dapat memengaruhi kecerdasan atau IQ masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan AI tanpa pendidikan yang memadai dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, penting bagi sistem pendidikan untuk tetap fokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis dan kreatif agar masyarakat tidak kehilangan kemampuan tersebut.
Salah satu tantangan utama dalam penerapan AI adalah infrastruktur listrik yang belum memadai di Indonesia. Ketidakstabilan pasokan listrik sering kali mengganggu pengembangan teknologi baru. Pemerintah telah mengambil langkah strategis untuk meningkatkan sektor listrik dengan membangun pembangkit berbasis energi terbarukan. Namun, tantangan seperti pembebasan lahan dan koordinasi antarsektor masih harus diatasi.
Indonesia sedang menuju arah dekarbonisasi sistem energi dengan target minimal 11-13 GW pembangkit energi terbarukan untuk mendekarbonisasi sistem energi di Indonesia pada tahun 2050. Hal ini tercermin dalam upaya meningkatkan regulasi dan investasi dalam proyek-proyek energi terbarukan sehingga bauran energi terbarukan di 2025 dapat tercapai.
Melihat perkembangan global dalam bidang AI, beberapa negara maju telah melakukan inovasi yang signifikan dalam pengembangan teknologi ini:
Amerika Serikat: AS telah menjadi salah satu pusat perkembangan teknologi AI global. Beberapa startup AI telah melebihi angka investasi US$10,3 miliar, dengan contoh perusahaan seperti Databricks ($1,9 miliar), Tanium ($1,17 miliar), dan Indigo Ag ($1,15 miliar) (Sumber: Digital Transformation).
China: China sangat fokus dalam pengembangan AI dan telah membangun ekosistem inovatif model besar. Teknologi AI digunakan luas dalam bidang-bidang seperti pendidikan, medis, ilmu pengetahuan, logistik, pertanian, dan hiburan (Sumber: Antara News). China juga telah mempercepat integrasi sumber daya inovasi untuk memanfaatkan peluang pengembangan AI.
Rencana Indonesia untuk membangun pusat kecerdasan buatan atau AI Center adalah langkah strategis lainnya yang patut dicatat. Pemerintah Indonesia berencana membangun pusat AI di Jayapura, Papua pada awal tahun 2025. Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan bahwa pusat ini akan berfungsi sebagai katalisator bagi pengembangan teknologi digital di wilayah timur Indonesia (Sumber: Tempo). Pembangunan pusat AI ini merupakan salah satu upaya mendukung ekosistem AI nasional dan sudah ada komitmen membangun pusat serupa di beberapa lokasi strategis lainnya.
Pusat kecerdasan buatan ini direncanakan akan menggunakan sumber energi terbarukan sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon. Dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal seperti tenaga surya dan angin, pusat ini tidak hanya akan menjadi pusat inovasi tetapi juga contoh penerapan prinsip keberlanjutan dalam teknologi.
Menurut laporan Gartner terbaru yang dirilis pada November 2024, diperkirakan bahwa konsumsi daya oleh data center akan meningkat secara signifikan seiring dengan pertumbuhan penggunaan AI generatif (GenAI). Gartner memperkirakan bahwa hingga tahun 2027, sekitar 40% data center yang fokus pada AI mungkin menghadapi kendala operasional akibat kekurangan pasokan listrik (Gartner). Selain itu, kebutuhan daya untuk menjalankan server optimasi AI diperkirakan akan mencapai 500 terawatt-jam (TWh) per tahun pada tahun 2027, angka ini sekitar 2,6 kali lipat dari kebutuhan saat ini (Gartner).
Laporan Nielsen juga menunjukkan bahwa konsumen semakin peduli terhadap keberlanjutan produk dan layanan yang mereka gunakan; lebih dari 70% responden menyatakan bahwa mereka ingin membeli produk dari perusahaan yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan (Nielsen). Hal ini menunjukkan adanya tekanan bagi perusahaan untuk mengadopsi praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan sambil menerapkan teknologi canggih seperti AI.
Forrester Research menambahkan bahwa adopsi teknologi ramah lingkungan akan menjadi prioritas utama bagi banyak organisasi dalam6 beberapa tahun ke depan; mereka memperkirakan bahwa investasi dalam solusi berbasis AI untuk keberlanjutan akan meningkat sebesar 30% setiap tahunnya hingga tahun 2026 (Forrester).
Dengan demikian, melalui kolaborasi lintas sektor dan investasi dalam infrastruktur serta pendidikan, Indonesia memiliki peluang untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sambil tetap menjaga nilai-nilai kemanusiaan di era digital ini. Kita harus yakin dan memastikan bahwa integrasi teknologi modern seperti AI dengan strategi pembangunan berkelanjutan adalah kunci untuk membawa Indonesia ke arah masa depan yang cerah dan kompetitif di tingkat global.
Dengan demikian, sinergi antara AI dan energi berkelanjutan tidak hanya akan menciptakan ekosistem inovatif tetapi juga memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan. Inovasi teknologi merupakan faktor kunci dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), membuat proses transisi energi menjadi lebih pesat dan ramah lingkungan.