JEPARA, WARTAREPUBLIK --
Sistem perizinan berbasis elektronik Online Single Submission (OSS) yang diterapkan pemerintah untuk mempermudah investasi diduga belum diimbangi dengan kajian lingkungan yang kongkrit. Salah satu contoh nyata terlihat di wilayah pesisir Pantai Semat, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, terdapat Reklamasi dan pembangunan bangunan permanen seperti hotel, restoran, dan kafe yang menjorok ke laut.
Pantauan WartaGlobal Reklamasi dan pembangunan yang menjorok ke laut itu, terpantau di tepi pesisir Telukawur, Tegalsambi, Sekembu, Mulyoharjo dan pantai pesisir Bandengan. Pembangunan tersebut dengan dalih mendukung pariwisata, sehingga memunculkan sejumlah permasalahan serius, Rabu (27/11/2024).
Saat dikonfirmasi oleh awak media terkait bangunan di pesisir pantai Semat, Kepala Bidang ITR PUPR Kabupaten Jepara, Widodo, melalui pesan WhatsApp menyampaikan, "Lokasi itu saya cek di OSS memang terdaftar dalam izin. Nama Suryadi ada di 716 halaman OSS... Piye jaaaal... kami harus gimana lagi?" ujarnya dengan nada yang terkesan bingung.
Namun, pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan baru terkait ketegasan pemerintah daerah dalam mengawasi dan menindak pelanggaran di kawasan pesisir Lembaga dan Aktivis Lingkungan.
*MENJADI SOROTAN LSM*
Berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pengamat lingkungan Joko TP menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh investor di sepanjang kawasan pesisir pantai Jepara.
*DIDUGA TIDAK BERIZIN*
Joko menilai, bahwa bangunan-bangunan tersebut diduga tidak memiliki izin yang sah dan tidak memenuhi prinsip tata kelola lingkungan yang berkelanjutan.
"Seharusnya Pemkab Jepara dan instansi terkait lebih tegas dalam mengawasi dan menegakkan aturan, terutama di zona sempadan pantai. Ini adalah kawasan strategis yang harus dilindungi," tegas Joko pengamat lingkungan.
Aktivitas reklamasi dan pembangunan tanpa kajian mendalam dianggap melanggar sejumlah aturan, termasuk:
UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil: Mengatur perlunya kajian lingkungan strategis untuk pembangunan di wilayah pesisir serta larangan pembangunan di zona sempadan pantai tanpa izin.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: Menegaskan pentingnya AMDAL sebelum izin usaha diterbitkan.
UU No. 11 Tahun 2020 (Cipta Kerja): Meski menyederhanakan proses perizinan, tetap mewajibkan kepatuhan terhadap aturan lingkungan.
Dampak dari pelanggaran ini tidak hanya menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir tetapi juga memicu konflik sosial di masyarakat. Warga setempat mengeluhkan rusaknya pantai yang menjadi sumber penghidupan mereka.
“Kami mendukung investasi, tapi jangan sampai merusak pantai yang menjadi sumber kehidupan kami,” kata seorang nelayan setempat yang tidak berkenan disebutkan namanya.
Menyikapi permasalahan ini, sejumlah pihak merekomendasikan langkah-langkah berikut: Penegakan hukum yang tegas: Pemerintah daerah harus menyelidiki pelanggaran ini, mencabut izin proyek yang tidak sah, dan menghentikan kegiatan yang merusak lingkungan.
Evaluasi sistem OSS; Penyempurnaan sistem OSS diperlukan agar lebih memastikan pemenuhan kajian aspek lingkungan sebelum izin diterbitkan.
Pemulihan ekosistem pesisir: Kawasan yang dirusak oleh reklamasi ilegal harus segera direstorasi untuk mengembalikan fungsi ekologisnya.
*MENGADUKAN PADA KEMENTRIAN*
Ketua Lembaga Jepara Membangun (LJM) Yuli Suharyono, yang berdomisili di Desa Cepogo, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, mengungkapkan rencananya untuk mengadukan kasus ini ke kementerian terkait guna mendapatkan perhatian lebih serius.
"Kami akan memastikan kasus ini tidak hanya berhenti di tingkat daerah," tegasnya.
Diharapkan Media terus memantau perkembangan kasus ini untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dari pihak-pihak terkait. Kasus ini menjadi pengingat penting akan perlunya keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Pemerintah, masyarakat, dan investor harus bersinergi untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan di kawasan pesisir.
“Pembangunan ekonomi memang penting, tetapi tidak boleh mengorbankan lingkungan yang merupakan warisan untuk generasi mendatang,” ujar Yuli Ketua LJM.
(MASKURI)