WARTAREPUBLIK.COM ,Kalbar, Sanggau – Penambangan emas tanpa izin (PETI) kembali menjadi sorotan di Kabupaten Sanggau. Aktivitas ilegal yang dilakukan secara terang-terangan di sepanjang bantaran Sungai Kapuas ini semakin mengkhawatirkan. Lanting-lanting terapung berjejer rapi, seperti di kawasan Sungai Batu, Semerangkai, Sungai Mapai, hingga ujung Sungai Alai. Tak hanya merusak lingkungan, aktivitas ini juga memunculkan spekulasi soal lemahnya penegakan hukum.
“Lokasi tambang ini dekat sekali dengan kantor pemerintahan, bahkan tak jauh dari Polres dan kantor Bupati. Anehnya, penambang tak sedikit pun terlihat khawatir,” ujar salah seorang warga yang tak ingin disebutkan namanya kepada tim investigasi.
Penggunaan merkuri, bahan kimia berbahaya yang dilarang keras, menjadi masalah utama yang mengancam ekosistem Sungai Kapuas. Air sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat kini berada dalam bahaya. Selain itu, aktivitas PETI ini melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana hingga tiga tahun penjara dan denda maksimal Rp3 miliar.
Lebih parahnya lagi, pelanggaran ini juga menabrak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengancam pelaku tambang tanpa izin dengan hukuman hingga lima tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Namun, hingga kini, aktivitas PETI masih berlangsung seolah tak tersentuh hukum.
Di Mana Penegak Hukum?
Warga dan tokoh masyarakat mulai mempertanyakan keberanian aparat penegak hukum (APH). MH, salah satu tokoh masyarakat setempat, menyuarakan kekesalannya. “Kalau ini ilegal, kenapa tidak ada tindakan tegas? Kalau legal, kenapa ada masyarakat kecil yang ditangkap sementara tambang besar ini terus berjalan? Ini harus ada kejelasan!” tegasnya.
Tim investigasi menemukan dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu yang melindungi aktivitas PETI ini. Seorang warga yang menjadi penunjuk jalan mengungkapkan, “Tambang ini milik AC,” ujarnya sambil menunjuk lanting-lanting besar di Sungai Batu. Informasi ini semakin memperkuat kecurigaan masyarakat bahwa ada “pemain besar” di balik aktivitas ilegal ini.
Janji yang Tinggal Janji
Masyarakat juga menagih janji Kapolda Kalimantan Barat yang sebelumnya berkomitmen untuk memberantas PETI di wilayah Kalbar. Namun, hingga kini, pembiaran terus terjadi. “Kami ingin bukti, bukan sekadar janji. Jika dibiarkan, ini bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tapi juga soal wibawa hukum yang dipertaruhkan,” tambah MH.
Lingkungan dan Hidup Masyarakat Terancam
Kerusakan ekosistem Sungai Kapuas tidak main-main. Penggunaan merkuri berpotensi mencemari air sungai yang digunakan ribuan warga untuk kebutuhan sehari-hari. Jika ini terus dibiarkan, bukan hanya ekosistem yang hancur, tetapi kesehatan masyarakat juga berada di ujung tanduk.
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk segera bertindak tegas. “Sungai Kapuas adalah sumber kehidupan kami. Kalau rusak, kami akan kehilangan segalanya,” ujar seorang warga penuh harap.
Kini, perhatian publik tertuju pada langkah apa yang akan diambil oleh aparat penegak hukum. Apakah hukum benar-benar akan ditegakkan, ataukah PETI akan terus menjadi momok yang sulit diberantas? Warga menunggu jawaban, tindakan nyata, dan keadilan.[AZ]
Editor:Mul