Penolakan Pj. Kades Prapakanda. Praktisi Hukum : Itu Bentuk Wujud Demokrasi Murni Yang Tumbuh Hidup di desa. -->

Header Menu

Penolakan Pj. Kades Prapakanda. Praktisi Hukum : Itu Bentuk Wujud Demokrasi Murni Yang Tumbuh Hidup di desa.

Tuesday, 25 March 2025

Halsel: WARTAREPUBLIK.Id_Penunjukan Muklim Kuylo sebagai Penjabat (Pj) Kepala Desa Parapakanda, Kecamatan Botang Lomang, Kabupaten Halmahera Selatan, menuai protes keras dari warga setempat. Masyarakat menilai keputusan Bupati Hasan Ali Bassam Kasuba sebagai bentuk intervensi politik yang mengabaikan aspirasi warga. 

Penolakan ini tidak hanya datang dari warga biasa, tetapi juga dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Mereka menilai bahwa campur tangan pemerintah daerah telah melewati batas dan berpotensi merusak stabilitas sosial di desa.


Menanggapi polemik ini, praktisi hukum dan Managing Partner Law Office Safri Nyong, S.H., menilai bahwa intervensi pemerintah daerah dalam pengangkatan dan pemberhentian kepala desa tidak boleh dilakukan secara sepihak.
“Dalam sistem pemerintahan desa, kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat melalui mekanisme demokrasi.

" Pemerintah daerah tidak bisa serta-merta mengganti kepala desa tanpa dasar hukum yang jelas, karena itu sama saja dengan membunuh demokrasi di tingkat desa,” tegasnya.


Safri juga menjekaskan kepada awak media kami bahwa, pengangkatan dan pemberhentian kepala desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 (revisi dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa). Dalam Pasal 29 disebutkan bahwa kepala desa hanya dapat diberhentikan dalam kondisi tertentu, seperti:
Meninggal dunia
Mengundurkan diri, atau
Diberhentikan berdasarkan alasan yang sah, seperti pelanggaran hukum atau ketidakmampuan menjalankan tugas.


Safri, pada pandangan akademisnya menambahkan bahwa dalam sudut pandang sosiologis, intervensi pemerintah yang tidak mempertimbangkan aspirasi warga justru akan menimbulkan perlawanan dan konflik sosial, seperti yang terjadi di Parapakanda. Selai itu.
Secara filosofis demokrasi desa mencerminkan kedaulatan rakyat yang harus dihormati. 


"Campur tangan berlebihan dari pemerintah daerah bertentangan dengan prinsip otonomi desa, di mana masyarakat berhak menentukan pemimpinnya sendiri.
Selain itu Safri dengan tegas memperingatkan kepada Pemerintah Daerah Kab. Halmahera Selatan untuk tidak terlalu gegabah dakam mengambil keputusa hanya persoalan satu desa tetapi berefek pada preseden buruk bagi demokrasi desa.


“Jika pemerintah daerah terus memaksakan kehendak, ini bukan hanya persoalan satu desa, tetapi menjadi preseden buruk bagi demokrasi desa di seluruh Halmahera Selatan. Ini menunjukkan ketidaktahuan akan mekanisme hukum dalam pemberhentian kepala desa,” tutupnya Safri Nyong


Draken/"