Obi, 9 Juli 2025 — Dugaan keterlibatan tiga oknum anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Obi dalam proses mediasi kasus pemerkosaan anak di bawah umur di Desa Akegula, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, memicu gelombang kemarahan publik dan memperburuk citra institusi kepolisian. Tiga anggota yang disebut—berinisial Rahman, Juned, dan Riki—diduga secara aktif mendorong penyelesaian perkara pidana ini melalui jalur mediasi kekeluargaan, yang secara hukum tidak dibenarkan.
Kasus ini bermula dari laporan resmi yang diterima Polsek Obi pada 13 Juni 2025, dengan nomor STPL/30/K/VI/2025. Korban adalah seorang anak perempuan berusia 15 tahun, dan laporan menyebutkan bahwa pemerkosaan dilakukan oleh enam orang pelaku. Namun, alih-alih memproses kasus ini secara hukum berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan pasal-pasal dalam KUHP, aparat Polsek Obi diduga mengarahkan keluarga korban untuk menyelesaikannya secara damai demi “nama baik keluarga dan desa”.
Menurut ayah korban, pertemuan mediasi tersebut dilakukan di lingkungan Polsek dan dimediasi langsung oleh para oknum polisi. Dalam pertemuan itu, keluarga korban disebut diberi tekanan untuk menempuh jalan damai.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB Halmahera Selatan, Karima Nasaruddin, mengecam keras tindakan tersebut. "Ini adalah delik pidana. Tidak ada ruang mediasi untuk kasus kejahatan seksual terhadap anak. Saya akan kawal kasus ini hingga ke pengadilan,” tegas Karima.
Senada dengan itu, aktivis perlindungan anak, Rosita Basarun, S.H., menyebut tindakan para oknum tersebut sebagai pelanggaran hukum dan etik institusi. “Jika polisi menjadi mediator untuk kasus seperti ini, maka mereka telah mengkhianati sumpah profesi dan melanggengkan impunitas,” ujarnya.
Dari kalangan akademisi, Muhammad Kasim Faisal, M.Pd. dari STAI Alkhairaat Labuha menyebut bahwa keterlibatan polisi dalam mediasi kasus kekerasan seksual adalah bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi. “Kejahatan seksual terhadap anak adalah delik biasa. Artinya, proses hukum harus tetap berjalan tanpa perlu ada aduan atau persetujuan dari pihak manapun.”
Ia mendesak Kapolda Maluku Utara untuk segera mencopot ketiga oknum, menyeret mereka ke sidang etik dan pidana, serta melakukan audit menyeluruh terhadap penanganan perkara di Polsek Obi.
Sebagai bentuk protes terhadap lambannya proses hukum dan dugaan keterlibatan polisi dalam mediasi, ratusa0n warga, aktivis, dan tokoh masyarakat hari ini menggelar aksi demonstrasi di depan Mapolsek Obi, Rabu, 9 Juli 2025. Massa membawa poster bertuliskan:
“Usut Tuntas Pemerkosaan Anak di Obi!”,
“Copot Oknum Polisi Rahman, Juned, dan Riki!”,
“Polisi Jangan Lindungi Pemerkosa!”
Aksi dimulai sejak pukul 09.00 WIT dan berlangsung damai namun penuh dengan teriakan tuntutan. Dalam orasi yang disampaikan di depan kantor Polsek, koordinator lapangan menyatakan bahwa:
"Kami tidak akan diam melihat keadilan diinjak-injak. Jika Polsek Obi tidak mampu menjalankan tugasnya, maka Kapolda harus turun tangan dan bersihkan institusi ini dari oknum-oknum busuk!” Seru Faldi
Salah satu orator aksi "Darwan" juga membacakan surat tuntutan didepan anggota Polsek, mendesak agar keenam pelaku segera ditangkap dan tiga oknum polisi diproses secara hukum dan etik.
Berikut tuntutan aksi :
Tangkap dan adili seluruh pelaku pemerkosaan anak di bawah umur!
Copot oknum aparat yang terlibat dalam dugaan mediasi kasus!
Buka transparansi proses hukum ke publik!
Jamin perlindungan dan pemulihan korban!
apabila tuntutan kami tidak di akomodir oleh kapolsek obi sampai pada waktu yang ditentukan,maka kami akan membuat pemboikotan terhadap polsek obi.
kami pihak keluarga akan melakukan tindakan hukum dan melakukan proses pencarian pelaku secara mandiri jika batas waktu yang ditentukan belum ada penangkapan terhadap pelaku.
Kami keluarga memberikan batas waktu untuk penangkapan pelaku sampai hari minggu 13 Juli 2025.
Tokoh masyarakat Obi, Jaya Lamusu, menyatakan bahwa kepercayaan publik terhadap Polsek Obi sudah sangat rendah “Kalau pelindung kami justru melindungi pelaku, lantas siapa yang bisa kami andalkan? Ini bukan hanya soal satu kasus, ini soal masa depan anak-anak kami,” ujarnya dengan nada geram.
Hingga berita ini dirilis, keenam terduga pelaku masih bebas berkeliaran dan belum ada tindakan penahanan. Pihak Polsek Obi belum memberikan keterangan resmi atas aksi demonstrasi maupun dugaan keterlibatan anggotanya.
Gelombang desakan kini mengarah ke Kapolda Maluku Utara Brigjen Pol Drs. Waris Agono, M.Si.. Jaya Lamusu mendesak agar Kapolda:
1. Segera mencopot ketiga oknum polisi Polsek Obi yang terlibat dalam mediasi ilegal;
2. Membentuk tim independen untuk menyelidiki seluruh penanganan kasus kekerasan seksual di wilayah hukum Obi;
3. Memastikan seluruh pelaku kekerasan seksual terhadap anak segera ditangkap dan diadili.
Kasus ini menjadi refleksi suram dari praktik hukum di daerah yang sarat dengan kompromi dan intervensi. Bila dibiarkan, bukan hanya korban yang kehilangan keadilan, tetapi seluruh masyarakat akan kehilangan rasa aman dan kepercayaan terhadap negara. Kini masyarakat Obi dan Indonesia menanti: Akankah hukum ditegakkan, atau dikhianati oleh mereka yang seharusnya menjaganya" Tutup Jaya Lamusu dengan nada haru. (Red)