Praktisi Hukum: Kebijakan Plt Kepala DPMD Halsel M Zaki Wahab Ilegal, Bupati Diminta Evaluasi Keputusan Tersebut -->

Header Menu

Praktisi Hukum: Kebijakan Plt Kepala DPMD Halsel M Zaki Wahab Ilegal, Bupati Diminta Evaluasi Keputusan Tersebut

Admin Redaksi
Tuesday, 15 July 2025


WARTAREPUBLIK – Labuha15 Juli 2025 Praktisi hukum yang juga pengamat politik Bambang Joisangadji S.H mengkritik keras kebijakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Halmahera Selatan yang membatasi mobilitas kepala desa dan perangkatnya ke ibu kota kabupaten.

Menurutnya, kebijakan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang sah dan bertentangan langsung dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta perubahannya dalam UU Nomor 3 Tahun 2024.

“Kebijakan ini bukan hanya ngawur, tapi bisa dikategorikan sebagai tindakan ilegal karena tidak memiliki legal standing. Tidak ada satu pasal pun dalam UU Desa yang memberi kewenangan kepada DPMD untuk membatasi gerak kepala desa atau bahkan mengatur sanksi administratif terhadap mereka,” ujar Bambang dalam keterangannya kepada media, Selasa (15/7).

Ia merujuk pada beberapa poin kebijakan DPMD Halsel yang sempat beredar, seperti kewajiban surat izin camat untuk urusan ke kota, pembatasan waktu maksimal 10 hari, hingga ancaman teguran bertingkat hingga pembebastugasan. Menurut Bambang, kebijakan tersebut adalah bentuk pelampauan wewenang.

 “Dinas teknis seperti DPMD hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Bupati. Tidak punya otoritas membuat larangan yang mengikat luas, apalagi menyangkut hak mobilitas dan jabatan kepala desa. Kalau sampai ada sanksi, harus jelas dasar hukumnya. Ini negara hukum, bukan negara selera,” tegasnya.

Ia menambahkan, dalam konteks hukum administrasi negara, kewenangan DPMD sebagai perangkat daerah telah diatur secara limitatif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Dalam aturan tersebut, seorang kepala dinas hanya memiliki ruang lingkup kewenangan teknis berdasarkan keputusan kepala daerah.

 “PP 18/2016 secara tegas menyatakan bahwa kepala dinas adalah pelaksana teknis atas kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Bupati atau Wali Kota. Jadi kalau Plt Kadis DPMD bertindak sendiri membuat aturan yang bersifat membatasi, memberi sanksi, bahkan melakukan swiping terhadap kepala desa, maka itu sudah masuk wilayah penyalahgunaan wewenang,” jelas Bambang.

Bambang juga mengingatkan bahwa jika ada dugaan pelanggaran oleh kepala desa, maka sudah ada mekanisme dan lembaga pengawasan formal seperti Inspektorat, Kejaksaan, dan Kepolisian. Ia menyebut tindakan DPMD yang menyasar kepala desa sebagai bentuk campur tangan berlebihan yang mencederai prinsip otonomi desa.

 “Desa itu punya hak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Itu inti dari semangat UU Desa. Kalau DPMD intervensi sampai sejauh ini, berarti kita mundur ke zaman sentralistik,” tambahnya.

Ia meminta Bupati Halmahera Selatan untuk segera mengevaluasi dan membatalkan kebijakan DPMD tersebut. Jika tidak, kata Bambang, maka kepala daerah juga bisa dianggap turut membiarkan lahirnya kebijakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

“Jangan biarkan pejabat struktural bertindak seenaknya. Tata kelola birokrasi itu harus tunduk pada hukum, bukan pada selera pribadi. Kalau ada larangan, orang wajar bertanya: dasar hukumnya apa? Jangan sampai negara ini dikelola dengan kebijakan lisan tanpa payung hukum,” tutupnya. (Red)