RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Disahkan, Ada Kekhawatiran dari Pejabat dan Politisi? -->

Header Menu

RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Disahkan, Ada Kekhawatiran dari Pejabat dan Politisi?

Admin Redaksi
Monday, 15 September 2025

Oleh: Abadi Leko Mahasiswa Hukum Ummu


OPINI, Wartarepublik.com - Sejak tahun 2008, telah dibicarakan mengenai RUU Pengambilan Aset Tindak Pidana (RUPATP) ketika draf pertama kali disusun, dan perdebatan lebih mendalam mulai terjadi pada tahun 2012 di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi hingga kini RUU ini belum juga disahkan meskipun telah melewati banyak pemerintahan presiden.

Saat memasuki tahun 2025, isu tentang pengesahan RUU pengambilan aset masih terus diperbincangkan. Namun, seperti sebelumnya, hal ini hanya menjadi topik yang diperdebatkan tanpa ada keputusan.

Menarik untuk dicermati bahwa dalam perdebatan ini ada rasa takut di kalangan pejabat dan para politisi jika RUU pengambilan aset jadi disetujui. Mengapa hal ini bisa terjadi? Jika RUU ini berhasil disetujui, mereka akan diharuskan menjelaskan asal usul harta mereka secara sah.

Terlebih lagi, undang-undang tentang pengambilan aset tidak menunggu keputusan dari pengadilan. Jika harta yang dimiliki terbukti diperoleh dari tindakan kriminal, negara berhak untuk menyita.

Keberadaan UU Pengambilan Aset ini bisa berdampak pada sistem kekuasaan yang mungkin selama ini terlindungi, seperti pendanaan kampanye, menjaga kesetiaan jaringan, dan membiayai kegiatan politik, baik yang legal maupun yang ilegal. Oleh karena itu, tidak heran bila RUU ini tidak mendapat dukungan dari elit tertentu.

Hal ini sangat mempengaruhi banyak orang yang memiliki aset besar tapi sulit menjelaskan asal-usulnya. Banyak pejabat dan anggota DPR tidak bersikap transparan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Seperti yang kita ketahui, dalam kasus besar seperti korupsi, banyak pihak yang terlibat memilih untuk melarikan diri ke luar negeri, bahkan bersembunyi di tempat lain karena mereka khawatir jika yang pertama ditangkap mereka juga akan terkena dampak.

Bagi para pejabat atau politisi yang memiliki jaringan kuat, UU pengambilan aset menjadi sumber ketakutan sekaligus alat bagi negara untuk memerangi korupsi secara total. Mengapa bisa begitu?

Jawabannya sederhana, banyak undang-undang yang mungkin disusun sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh elit tertentu melalui celah hukum atau pasal pengecualian.

Namun, itu tidak berlaku untuk UU pengambilan aset, karena undang-undang ini langsung menargetkan inti dari kekuasaan korupsi, yakni harta dan kekayaan yang diperoleh secara ilegal.

Maka, kehadiran UU Pengambilan Aset akan menjadi hal yang buruk bagi para pejabat dan elit, terutama bagi mereka yang memiliki catatan hitam di masa lalu.

Perlu diperhatikan bahwa UU ini memberikan kemungkinan untuk menyita harta milik siapapun, termasuk pejabat aktif, mantan pejabat, tokoh politik, atau bahkan keluarga mereka jika terbukti terlibat dalam kejahatan tersebut.

Percaya atau tidak, jika kita dapat menganalisis situasi ini, saya berpendapat bahwa RUU Pengambilan Aset tidak akan mencapai tahap pengesahan. Banyak faktor yang menjadi penghalang bagi pengesahan RUU ini.

Namun, sebagai warga negara, saya sangat berharap agar RUU ini disahkan untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi yang kian marak di Republik ini. 

Saya telah lama berharap agar Indonesia terlepas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Untuk mencapainya, penting bagi Pemerintah dan Legislatif untuk segera meluluskan RUU tentang Perampasan Aset. Ini adalah satu-satunya cara untuk mencapai Indonesia yang lebih baik pada tahun 2045.