
Warta Republik | Manila, Filipina — Delegasi Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) berpartisipasi dalam 7th UNI Apro ICTS Sector Conference yang digelar di Manila, Filipina, pada 13–14 Oktober 2025. Forum dua tahunan ini mempertemukan serikat pekerja sektor telekomunikasi dari berbagai negara Asia Pasifik untuk membahas tantangan dan strategi menghadapi transformasi industri digital yang kian cepat.
Delegasi ASPEK Indonesia terdiri atas Raden Roro Dwi Handayani (Wakil Presiden ASPEK Indonesia), Andi Siswanto (Presiden Serikat Pekerja Indosat), dan Ahmad Henry Machsuni (Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja XLSMART sekaligus Ketua Sektor ICT ASPEK Indonesia).
Dalam paparannya, Ahmad Henry Machsuni mempresentasikan perkembangan pasca merger XL Axiata dan Smartfren Sinarmas yang kini bertransformasi menjadi XLSMART. Ia menyoroti peran penting serikat pekerja dalam menjaga proses integrasi perusahaan agar tetap berpihak pada kepentingan tenaga kerja.
“Selama satu setengah tahun terakhir kami terus mengawal dinamika sebelum dan sesudah merger, sejak Kongres SPXL pada Mei 2024 hingga hari ini. Prosesnya penuh tantangan, tetapi membawa harapan baru bagi pekerja dan perusahaan,” ujar Henry.
Ia menambahkan, hubungan industrial di XLSMART kini semakin terbuka dan konstruktif berkat semangat solidaritas anggota serikat yang aktif menjaga komunikasi dengan manajemen.
“Kami melihat manajemen kini lebih terbuka untuk berdialog. Ini langkah maju menuju hubungan industrial yang sehat dan produktif,” kata Henry.

Sementara itu, Andi Siswanto membahas kondisi pekerja sektor telekomunikasi di Indonesia, khususnya di perusahaan penyedia infrastruktur seperti Ericsson Indonesia. Ia menilai pekerja menghadapi tekanan besar akibat perubahan pasar global dan restrukturisasi industri.
“Secara global, Ericsson menghadapi tekanan struktural karena penurunan permintaan 5G di banyak negara. Perusahaan mulai menjajaki kemitraan strategis untuk efisiensi, tapi di level lokal masih ada resistansi terhadap perubahan,” jelas Andi.
Ia juga menyoroti tantangan domestik seperti tingginya biaya operasional, konsolidasi pasar yang menyisakan hanya tiga operator besar, serta lambannya regulasi spektrum yang menghambat adopsi 5G. Pergeseran teknologi dan dominasi vendor asing, menurutnya, mempersempit ruang bagi pekerja dan penyedia infrastruktur lokal.
Konferensi ini diikuti sekitar 85 peserta dari berbagai negara Asia Pasifik. Sejumlah tokoh buruh internasional turut hadir, antara lain Mohamed Shafie BP Mammal (Presiden UNI Apro ICTS dan perwakilan Axiata Group), Benjamin Parton (Head of UNI Global ICTS), serta Rajendra Acharya (UNI Apro Regional Secretary).
Para pembicara menegaskan pentingnya solidaritas global dan dialog sosial sebagai kunci menghadapi disrupsi industri telekomunikasi di tengah percepatan transformasi digital.
.png)