Oleh: Badri Umamit
OPINI, Wartarepublik.com - Artificial inteligen atau lebih kenal dengan AI, merupakan sebuah aplikasi yang memudahkan orang-orang untuk mencari jawaban atas berbagai pertanyaan.
Kemudahan inilah yang membuat Artificial inteligen (AI) mampu menarik generasi untuk lebih praktis.
Hal yang mungkin sebagian besar orang menganggap bahwa ini sebagai langkah untuk mudah bagi siswa dan siswi maupun mahasiswa dan mahasiswi, akan tetapi berdampak serius bagi cara berfikir generasi.
Artificial inteligen (AI) mengajak kita untuk berfikir lebih instan dan praktis tanpa sebuah analisis yang tajam dan mendalam.
Hal ini akan menjadi langkah awal kemunduran dan kemandekan pemahaman dan budaya kritis yang sudah lama di rawat oleh para tokoh pedagog kita dahulu.
Bahayanya, suatu bangsa tidak akan mampu mencerdaskan generasi di sebabkan oleh sistem yang melakukan pembodohan generasi secara terstruktur.
Di Indonesia sudah banyak generasi kita yg bergantung pada AI, karena dianggap lebih mudah dan lebih gampang.
Pada akhirnya budaya literasi juga makin hari kian menurun karena minat baca makin rendah.
Ketika merujuk pada data dari United Nations Educational, Scinentific and Cultural Organization (UNESCO), Indonesia indeks minat baca yg dimiliki masyarakat Indonesia hanya 0,001%, yg berarti 1.000 orang, hanya 1 orang yg mempunyai minat baca.
Jika dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 286 juta jiwa, maka minat baca masyarakat kita hanya 2.860 jiwa.
Ini menjadi ancaman negara yg memiliki dampak serius, bagi peningkatan kapasitas intelektual generasi kita dan masyarakat kita pada umumnya.
Sebagai upaya memutuskan mata rantai sistem pembodohan ini, perlu adanya evaluasi dan menghidupkan kembali literasi dan minat baca sebagai upaya untuk mengembalikan nilai kritis yang sudah lama terbangun, agar generasi kembali menjadi orang-orang yg memiliki ketajaman berfikir.
Pemerintah dari tingkat nasional sampai kedaerahan harus menerapkan kebijakan untuk memperbiasakan generasi muda terutama siswa dan mahasiswa agar tidak cenderung menggunakan AI dan lebih banyak membaca buku agar nilai kritis dan literasi tetap hidup.
.png)