Oleh: Aldi haris, kordinator FMN Cabang Ternate
OPINI, Wartarepublik.com - Langkah Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Ternate yang akan melakukan aksi massa menolak kedatangan Wakil Presiden di Maluku Utara sekaligus menyerukan pembebasan 11 warga Maba Sangaji adalah cerminan dari perlawanan rakyat terhadap ketimpangan dan ketidakadilan yang semakin nyata di negeri ini. Aksi ini bukanlah bentuk penolakan terhadap simbol negara semata, tetapi penegasan sikap politik kami yang berpihak pada rakyat tertindas, rakyat yang hari ini dipinggirkan oleh sistem pembangunan yang pro-modal dan menindas mereka yang berani mempertahankan haknya.
Di tengah gegap gempita narasi pembangunan nasional, realitas di Maluku Utara justru menunjukkan wajah lain dari “kemajuan”. Di atas tanah yang kaya akan nikel dan sumber daya alam, rakyat kecil justru hidup dalam kemiskinan dan ancaman kehilangan tanah. Maba Sangaji, wilayah di Halmahera Timur, adalah salah satu contoh nyata bagaimana rakyat lokal menjadi korban dari proyek-proyek investasi tambang yang mengatasnamakan pembangunan. Sebelas warga Maba Sangaji ditangkap karena berani mempertahankan hak atas tanah mereka sendiri, tanah yang menjadi sumber kehidupan mereka dan generasi berikutnya.
Kedatangan Wakil Presiden ke Maluku Utara, dalam pandangan kami, bukanlah tanda perhatian pemerintah terhadap daerah, melainkan bagian dari rutinitas politik yang jauh dari realitas penderitaan rakyat. Kunjungan pejabat pusat sering kali dibungkus dengan retorika pembangunan dan kemajuan, padahal di baliknya terdapat luka sosial yang mendalam, perampasan lahan, pencemaran lingkungan, dan ketimpangan ekonomi yang semakin lebar.
Pemerintah hari ini terlalu sibuk melayani kepentingan modal besar, sementara rakyat di daerah justru menjadi korban dari kebijakan tersebut. Dalam konteks ini, penolakan kami terhadap kedatangan Wakil Presiden adalah penolakan terhadap seluruh sistem ekonomi-politik yang menindas rakyat. Ini adalah bentuk keberanian kami dalam mengungkapkan kebenaran bahwa pembangunan yang tidak berkeadilan hanyalah bentuk lain dari penjajahan modern.
Seruan pembebasan 11 warga Maba Sangaji menjadi inti dari aksi kami. Penangkapan mereka mencerminkan bagaimana negara gagal menegakkan keadilan sosial. Rakyat yang berjuang untuk mempertahankan tanahnya justru dikriminalisasi, sementara perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan dan menggusur masyarakat dibiarkan bebas beroperasi.
Bagi kami, hal ini adalah bentuk nyata dari keberpihakan negara kepada pemilik modal. Ketika rakyat menuntut haknya, mereka dihadapkan pada aparat dan kekerasan, ketika korporasi merampas tanah, negara diam. Aksi kami adalah bentuk solidaritas terhadap rakyat Maba Sangaji, seruan agar keadilan ditegakkan dan rakyat tidak lagi dijadikan korban dari kebijakan ekonomi yang timpang.
FMN memahami bahwa peran mahasiswa tidak berhenti di ruang kuliah. Mahasiswa adalah bagian dari rakyat, dan tanggung jawab politik mereka adalah membela kepentingan rakyat tertindas. Aksi massa yang akan dilakukan bukanlah gerakan emosional, tetapi gerakan yang lahir dari kesadaran politik dan sejarah panjang perjuangan rakyat Indonesia melawan penindasan.
Sejak masa kolonial hingga hari ini, suara mahasiswa selalu menjadi pengingat bagi penguasa bahwa kekuasaan tidak boleh dijalankan dengan menindas. FMN Ternate melanjutkan tradisi itu berdiri di sisi rakyat, berbicara atas nama mereka yang dibungkam, dan menolak segala bentuk penindasan yang dibalut dalam bahasa pembangunan.
Melalui aksi massa ini, kami ingin menegaskan bahwa perjuangan rakyat Maluku Utara adalah bagian dari perjuangan nasional melawan sistem yang tidak adil. Penolakan terhadap kedatangan Wakil Presiden bukanlah bentuk kebencian terhadap individu, tetapi penolakan terhadap struktur kekuasaan yang telah lama mengabaikan rakyat di wilayah timur Indonesia.
Maluku Utara bukan sekadar wilayah kaya sumber daya alam, ia adalah rumah bagi rakyat yang berdaulat atas tanahnya. Ketika tanah mereka dirampas dan rakyatnya ditangkap, maka suara perlawanan harus bergema dari setiap penjuru. FMN hadir untuk memastikan bahwa suara itu tidak padam, bahwa penderitaan rakyat tidak hilang di tengah gegap gempita politik nasional.
Aksi massa FMN Ternate menolak kedatangan Wakil Presiden dan menyerukan pembebasan 11 warga Maba Sangaji adalah wujud nyata dari perjuangan rakyat yang tak ingin lagi diam. Ini adalah panggilan bagi seluruh rakyat untuk melihat kenyataan bahwa keadilan tidak akan datang tanpa perjuangan.
Dari Ternate hingga Halmahera, dari kampus hingga kampung, suara perlawanan itu terus menggema, tolak kedatangan Wakil Presiden yang mewakili kekuasaan yang abai, dan bebaskan 11 warga Maba Sangaji yang berjuang untuk tanah dan kehidupan mereka.
Perjuangan ini bukan akhir, tetapi awal dari kesadaran baru, bahwa rakyat Maluku Utara, bersama mahasiswa dan kaum tertindas di seluruh negeri, akan terus berjuang sampai keadilan benar-benar berpihak pada mereka yang selama ini diabaikan oleh kekuasaan.