
Makassar,Wartarepublik.com — Sejumlah warga Kecamatan Towuti Kabupaten Luwu Timur bersama Jaringan Komunikasi Masyarakat Lingkar Tambang Indonesia (JKM LTI) mendatangi Kantor Balai Gakkum Lingkungan Hidup Sulawesi, Kamis (23/10/2025).
Adapun maksud kedatangan mereka bertujuan untuk meminta informasi lanjutan terkait penegakan hukum atas dugaan pencemaran lingkungan akibat kebocoran pipa minyak milik PT Vale Indonesia Tbk di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur.
Ketua JKM LTI, Amrullah, menjelaskan bahwa mereka diterima langsung oleh Plt Kepala Balai Gakkum Lingkungan Hidup Sulawesi, Iksan. Menurutnya, pihak Balai menyampaikan bahwa berkas penanganan kasus tersebut masih berproses di tingkat Deputi Gakkum LHK di Jakarta.
“Padahal tiga hari pasca kejadian, tim Balai Gakkum sudah turun ke lapangan melakukan pengambilan sampel. Namun hingga kini belum ada kejelasan hasil. Parahnya lagi, meski fakta lapangan menunjukkan adanya tumpahan minyak yang mencemari air dan lahan warga, pihak Balai belum bisa menyimpulkan bahwa itu pengrusakan lingkungan sebelum hasil uji laboratorium keluar,” ungkap Amrullah kepada media, Jumat (24/10/2025).
Aliansi Sorak Soroti Kerusakan Lingkungan
Sebelumnya, pada Kamis (24/10/2025), Aliansi Sorak yang terdiri dari sejumlah lembaga pemerhati nasional dan lokal — di antaranya Komite Solidaritas Nasional (KSN), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), serta beberapa lembaga lingkungan daerah — juga menggelar konferensi pers menyoroti kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh tumpahan minyak PT Vale Indonesia Tbk di wilayah Towuti.
Dalam konferensi pers tersebut, Aliansi Sorak menilai bahwa kejadian tumpahan minyak ini merupakan bukti nyata kelalaian perusahaan dalam menjalankan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) serta lemahnya pengawasan dari pemerintah.
Aliansi Sorak juga menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh berhenti di level administratif, melainkan harus memastikan adanya pertanggungjawaban pidana dan pemulihan lingkungan secara menyeluruh.
“Pemerintah tidak boleh membiarkan perusahaan besar mengabaikan hak-hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup,” tegas salah satu perwakilan Aliansi Sorak.
WALHI Sulsel: PT Vale Gagal Mencegah Kebocoran
Pada hari yang sama, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan turut menggelar konferensi pers di Jeger Barber and Coffeeshop, Jalan Skarda, Gunung Sari, Kota Makassar.
Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, menuding PT Vale Indonesia Tbk gagal mencegah kebocoran pipa limbahnya, yang berujung pada pencemaran sungai, pengairan, persawahan warga, serta ekosistem Danau Towuti yang merupakan kawasan konservasi dan taman wisata alam.
“Hasil investigasi lapangan kami selama empat hari menunjukkan adanya tumpahan minyak dari pipa bawah tanah milik perusahaan. Tumpahan itu menyebar hingga ke aliran air dan lahan pertanian warga. Ini bukti lemahnya sistem pencegahan dan tanggung jawab lingkungan perusahaan,” ujar Al Amin.
Ia menambahkan bahwa negara melalui KLHK harus segera mengaudit seluruh aktivitas operasional PT Vale untuk memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan dan langkah pemulihan kawasan terdampak.
Suara Warga Towuti: Air Bau, Sawah Rusak, Ikan Sulit Ditemukan
Seorang warga Kecamatan Towuti yang enggan disebutkan namanya mengaku, sejak tumpahan minyak terjadi, air sungai dan saluran irigasi berubah warna dan berbau menyengat.
“Air irigasi sekarang tidak bisa lagi dipakai. Padi banyak yang menguning sebelum waktunya, sawah kami rusak. Kami juga takut air ini mengalir ke danau,” ujarnya.
Tidak hanya petani, para nelayan Danau Towuti juga merasakan dampak langsung dari pencemaran tersebut.
“Sudah beberapa minggu ini ikan makin sulit didapat. Biasanya pagi atau sore kami bisa bawa pulang hasil tangkapan, sekarang nyaris tidak ada,” kata salah satu nelayan yang juga meminta identitasnya tidak dipublikasikan.
Warga menambahkan, hingga kini PT Vale maupun pemerintah belum memberikan kompensasi ekonomi maupun sosial bagi masyarakat yang terdampak.
“Kami yang hidup dari pertanian dan danau merasa ditinggalkan. Tidak ada ganti rugi, tidak ada kepastian pemulihan,” keluh warga Towuti tersebut.
Konteks Hukum: Tanggung Jawab Mutlak Pencemaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 88, setiap orang atau badan usaha yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan wajib bertanggung jawab secara mutlak (strict liability).
Artinya, tanggung jawab dapat dikenakan tanpa harus menunggu pembuktian unsur kesalahan, jika terbukti kegiatan usahanya menimbulkan dampak pencemaran.
“KLHK harus tegas menegakkan pasal ini. Jangan sampai kasus tumpahan minyak hanya berakhir di laporan administrasi tanpa kejelasan pemulihan dan sanksi bagi pelaku,” kata Amrullah menegaskan.
Desakan Audit Menyeluruh
JKM LTI, WALHI Sulsel, dan Aliansi Sorak secara bersama mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap operasional PT Vale Indonesia. Audit ini dianggap penting untuk memastikan tanggung jawab perusahaan dalam mengatasi dampak tumpahan minyak serta mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
“Negara tidak boleh abai. Ini menyangkut keberlanjutan lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat sekitar tambang,” tutup Al Amin.
.png)