Opini: Saatnya Perempuan Desa Moreala Bangkit dan Bersuara -->

Header Menu

Opini: Saatnya Perempuan Desa Moreala Bangkit dan Bersuara

Admin Redaksi
Sunday, 23 November 2025

Oleh: Emita Harun
Wartarepublik.com - Perempuan  desa selama ini kerap kali ditempatkan di posisi yang margin, kadang terlihat akan tetapi tidak didengar, adanya kehadiran tapi tak diberikan ruang untuk menentukan arah perubahan. Di Desa Moreala, dan banyak desa lainnya, perempuan merupakan tulang punggung dalam keluarga serta penggerak dari ekonomi rumah tangga, bahkan sebagai tameng dari nilai-nilai luhur budaya.

Akan tetapi, peran yang sangat penting itu tidak selalu sebanding lurus serta partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan kebijakan, baik pada taraf rumah tangga serta ranah publik di desa.

Ini bukan merupakan ketimpangan yang semata-mata timbul begitu saja, bukan dikarenakan minimnya probabilitas perempuan, akan tetapi pembentukan sistem sosial yang telah jauh hari dibentuk tidak melibatkan mereka secara setara dan komprehensif.

Seperti yang ditegaskan oleh Dr. Ayu Purnamasari, Peneliti Gender dan Pembangunan Pedesaan dari Universitas Indonesia: “Ketimpangan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di desa bukan karena mereka tak mampu, tapi karena sistem yang terlalu lama menafikan peran strategis mereka. Perempuan desa bukan objek pembangunan, mereka sejarah yang perlu diberi ruang.”

Kemudian telah tiba waktunya narasi dari pada peradaban dan perubahan. Perempuan desa Moreala mempunyai potensi yang amat cukup besar baik dalam persoalan kepemimpinan, kreativitas, serta semangat dalam bergotong royong. Kemudian dengan akses yang didistribusikan secara baik terhadap pendidikan, informasi, serta ruang pada partisipasi publik yang ada di desa maupun yang lebih tinggi, perempuan bisa menjadi bunga revolusi yang nyata untuk kemajuan desa.

Perempuan yang didorong untuk bangkit dan bersuara dalam artian bukan untuk melawan laki-laki, akan tetapi membangun dari pada keseimbangan sosial serta keadilan sosial. Sangat penting suara perempuan untuk merumuskan dari pada kebijakan desa yang lebih inplosif. Di mulai dari pada pembangunan UMKM, pengelolaan dana desa, perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak, serta melestarikan lingkungan dan budaya lokal, di tengah-tengah arus globalisasi.

Kemudian berbagai elemen dari pemerintah desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi lokal, serta komunitas perlu untuk membuka ruang lebih luas untuk perempuan sehingga terlibat secara aktif, bukan hanya sekadar pelengkap struktur formal yang ada. Telah tiba waktunya kita semua mendengar ide, masukan, aspirasi, serta kritikan ibu-ibu, anak-anak perempuan, serta pemudi yang ada di desa. Mengapa begitu? Karena suara dari pada mereka merupakan cerminan kehidupan nyata di lapangan. Seperti apa yang dikatakan oleh Najwa Shihab (Jurnalis dan Aktivitas Perempuan Indonesia) “Perempuan bukan pelengkap. Perempuan adalah penentu arah.”

Desa Moreala bisa saja menjadi contoh sebagaimana perempuan diperdayakan serta dilibatkan secara nyata. Tidak hanya sekadar tentang kesetaraan gender, akan tetapi mengenai bagaimana membangun desa yang kuat, adil, serta yang berkelanjutan. Sebab mengapa? Karena desa yang membiarkan setengah dari penduduknya terdiam dan tidak bersuara serta tak diperdayakan adalah merupakan desa yang pincang untuk melangkah ke depan.

Dan kini, telah tiba waktunya perempuan desa Moreala bangkit serta bersuara. Tidak hanya sekadar berbicara, akan tetapi sebagai penentu. Serta bukan hanya hadir, tetapi sebagai pemimpin untuk masa depan yang berkelanjutan.