Oleh: Rifaldi sofyan. Mahasiswa Ilmu Komunikasi
OPINI, Wartarepublik.com - Tan Malaka, lahir pada 2 Juni 1897 di Sumatera Barat, adalah sosok yang terbentuk dari tekanan, perjuangan, dan realitas kolonialisme. Ia bukan hanya pejuang kemerdekaan, tetapi juga pemikir revolusioner yang gagasannya melampaui zamannya. Dalam buku Naar de Republiek Indonesia, Tan Malaka telah menegaskan visi republik yang bukan sekadar kemerdekaan politik, tetapi juga kebebasan sosial dan intelektual bagi rakyat Indonesia.
Perjuangan Tan Malaka tidak mudah. Ia hidup dalam pengasingan, berpindah-pindah negara, dan terus menghadapi tekanan dari penjajah maupun konflik internal di negeri sendiri. Dari benturan-benturan ini, ia terbentuk menjadi tokoh yang gagasannya memberi arah bagi republik yang sedang lahir. Ia mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI), menulis karya-karya penting seperti Madilog, dan mengabdikan hidupnya untuk pemikiran kemerdekaan sejati.
Namun, ironisnya, Tan Malaka juga terlupakan. Namanya jarang disebut dalam narasi sejarah mainstream, perannya dalam pembentukan republik tidak sepenuhnya diakui, dan pemikiran-pemikirannya seringkali tidak dipelajari generasi muda. Konflik politik internal pasca-kemerdekaan, pandangan ideologisnya yang radikal, dan kontroversinya dengan elit politik membuat jasanya seolah tenggelam dalam sejarah resmi.
Padahal, relevansi Tan Malaka tetap nyata. Pemikirannya mengajarkan kita pentingnya kebebasan berpikir, keadilan sosial, dan kemerdekaan intelektual. Ia menekankan bahwa kemerdekaan fisik tidak cukup tanpa kesadaran kritis dan kesejahteraan rakyat. Generasi hari ini dapat belajar dari Tan Malaka untuk berpikir kritis, menolak ketidakadilan, dan membangun republik yang berpihak pada rakyat, bukan sekadar simbol kemerdekaan.
Tan Malaka dalam bukunya Naar De Republiek Indonesia mengatakan bahwa: “ Kelahiran suatu pikiran sering menyamai kelahiran seorang anak. Ia didahului dengan penderitaan?penderitaan pembawaan kelahirannya.” Kata-kata ini menunjukkan bagaimana pemikiran kebangsaan Tan Malaka lahir dari tekanan dan penderitaan tetapi dari sanalah visi republiknya terbentuk.
Dalam visinya, republik berarti kedaulatan tertinggi di tangan rakyat, bukan monarki atau kuasa segelintir elite. Hal ini jelas jikalau kita berkaca pada situasi negara saat ini kedaulatan tertinggi bukan lagi berada pada rakyat melainkan pada elite-elite yang rakus akan kekuasaan.
.png)