Oleh: Muhammad yasmir Snaky
Opini, Wartarepublik.com - Gambaran singkat tentang keberagaman budaya di Indonesia, khususnya keberadaan suku pedalaman di Halmahera. Pengalaman atau sudut pandang penulis sebagai mahasiswa yang melihat pentingnya komunikasi lintas budaya.
Pernyataan tesis: komunikasi antara masyarakat luar dan suku pedalaman Halmahera perlu dibangun secara etis, saling menghargai, dan berkelanjutan.
Argumen 1: Perbedaan Budaya sebagai Tantangan Komunikasi:
• Adanya perbedaan bahasa, nilai, dan cara hidup antara masyarakat modern dan suku pedalaman.
• Risiko kesalahpahaman jika komunikasi dilakukan tanpa pemahaman budaya.
• Pandangan mahasiswa tentang pentingnya pendekatan antropologis dan empati.
Argumen 2: Peran Mahasiswa sebagai Jembatan Sosial:
• Mahasiswa memiliki akses pada pendidikan dan pengetahuan yang dapat membantu proses komunikasi.
• Kegiatan seperti KKN, penelitian lapangan, atau pengabdian masyarakat sebagai sarana membangun relasi.
• Sikap belajar dari masyarakat adat, bukan merasa lebih tahu.
• Argumen 3: Etika dan Keberlanjutan dalam Berkomunikasi.
• Komunikasi tidak boleh bersifat memaksakan perubahan atau eksploitasi.
• Pentingnya menghormati kearifan lokal dan hak-hak masyarakat adat.
• Mahasiswa sebagai agen perubahan yang menjunjung nilai keadilan sosial.
Penutup:
• Penegasan kembali pentingnya komunikasi yang setara dan berbudaya dengan suku pedalaman Halmahera.
• Harapan penulis agar mahasiswa lebih aktif dan sadar dalam membangun hubungan harmonis dengan masyarakat adat.
• Ajakan untuk menjadikan komunikasi lintas budaya sebagai bagian dari tanggung jawab akademik dan moral.
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya dan etnis. Salah satu wujud nyata dari keberagaman tersebut adalah keberadaan suku-suku pedalaman di wilayah Halmahera. Mereka hidup dengan tradisi, nilai, dan sistem sosial yang berbeda dari masyarakat perkotaan. Sebagai seorang mahasiswa, saya memandang bahwa komunikasi antara masyarakat luar dan suku pedalaman Halmahera bukan sekadar proses bertukar informasi, melainkan upaya membangun pemahaman dan penghormatan lintas budaya.
Dalam realitasnya, komunikasi dengan suku pedalaman masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah perbedaan budaya yang cukup signifikan. Bahasa yang digunakan, cara pandang terhadap alam, hingga pola hidup sehari-hari sering kali tidak sama dengan masyarakat modern. Tanpa pemahaman budaya yang memadai, komunikasi berpotensi menimbulkan kesalahpahaman bahkan konflik. Oleh karena itu, pendekatan antropologis dan sikap empati menjadi hal yang penting. Sebagai mahasiswa yang dibekali ilmu pengetahuan, kita seharusnya tidak hanya membawa logika akademik, tetapi juga kepekaan sosial dalam berinteraksi.
Mahasiswa memiliki posisi strategis sebagai jembatan sosial antara masyarakat luar dan suku pedalaman. Melalui kegiatan seperti Kuliah Kerja Nyata (KKN), penelitian lapangan, maupun program pengabdian masyarakat, mahasiswa dapat terlibat langsung dalam kehidupan masyarakat adat. Namun, keterlibatan tersebut seharusnya tidak didasarkan pada anggapan bahwa mahasiswa datang untuk “mengajari” atau “mengubah”. Sebaliknya, mahasiswa perlu menempatkan diri sebagai pembelajar yang menghargai pengetahuan lokal dan kearifan yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Selain itu, etika dan keberlanjutan harus menjadi prinsip utama dalam berkomunikasi dengan suku pedalaman Halmahera. Komunikasi yang baik tidak boleh bersifat memaksakan nilai-nilai modern atau mengeksploitasi masyarakat adat demi kepentingan tertentu. Menghormati hak-hak masyarakat adat, menjaga lingkungan hidup mereka, serta melibatkan mereka dalam setiap proses pengambilan keputusan adalah bentuk komunikasi yang berkeadilan. Dalam hal ini, mahasiswa dapat berperan sebagai agen perubahan yang menjunjung tinggi nilai keadilan sosial dan kemanusiaan.
Pada akhirnya, membangun komunikasi dengan suku pedalaman Halmahera membutuhkan kesadaran, kesabaran, dan komitmen jangka panjang. Komunikasi yang setara dan berbudaya tidak hanya akan memperkuat hubungan antara masyarakat adat dan masyarakat luar, tetapi juga menjaga kekayaan budaya Indonesia. Sebagai mahasiswa, sudah sepatutnya kita mengambil peran aktif dalam membangun hubungan yang harmonis dan menjadikan komunikasi lintas budaya sebagai bagian dari tanggung jawab akademik sekaligus moral.
.png)