
Medan – WartaREPUBLIK.com | Polemik keterbukaan informasi publik di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) memasuki fase serius. Dinas Pendidikan Labura dituding mengabaikan kewajiban hukum setelah Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan sekolah diduga ditutup dari akses publik, sebuah tindakan yang dinilai bertentangan langsung dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Pegiat sosial Muhammad Zulfahri Tanjung dengan tegas menyatakan bahwa sikap PPK Dinas Pendidikan Labura, Irwan, S.Pd., M.Pd., patut dipertanyakan secara hukum dan etika pemerintahan. Permintaan salinan empat RAB pembangunan SMP Negeri 5 Sialang Taji, Kecamatan Kualuh Selatan, hingga kini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah.
“Ini bukan persoalan teknis atau miskomunikasi. Ini soal kepatuhan terhadap undang-undang. RAB adalah dokumen publik dan wajib dibuka,” tegas Zulfahri, Senin (29/12).
Menurutnya, menutup akses RAB sama dengan menghalangi hak masyarakat untuk mengawasi penggunaan anggaran negara. Dalih bahwa RAB merupakan dokumen internal dinilai tidak berdasar dan menyesatkan, karena UU KIP secara eksplisit mewajibkan badan publik membuka informasi anggaran, kecuali yang dikecualikan secara terbatas—dan RAB jelas bukan termasuk informasi yang dirahasiakan.
WartaREPUBLIK.com mencatat, ketertutupan informasi ini sejalan dengan temuan di lapangan: minimnya papan informasi proyek, ketiadaan rincian pekerjaan yang jelas, serta hasil pembangunan fisik sekolah yang menuai tanda tanya publik. Ketika transparansi diminta, yang muncul justru sikap saling lempar tanggung jawab.
Lebih jauh, upaya konfirmasi kepada Bupati Labuhanbatu Utara terkait temuan media Aspirasinasional.com mengenai dugaan ketidaktransparanan RAB pembangunan SMPN 5 Sialang Taji tidak mendapat respons. Sikap bungkam kepala daerah ini dinilai memperburuk kepercayaan publik dan mencederai prinsip akuntabilitas.
“Diamnya pejabat publik dalam isu keterbukaan informasi adalah sikap yang tidak bisa dibenarkan. Kepala daerah semestinya berdiri paling depan menjamin transparansi,” ujar Zulfahri.
Ia menegaskan, praktik menutup informasi publik berpotensi berujung pada sengketa di Komisi Informasi Publik (KIP), gugatan ke PTUN, bahkan pemeriksaan oleh aparat penegak hukum. Karena itu, ia mendesak agar pengawasan internal dan eksternal segera dilakukan.
WartaREPUBLIK.com menegaskan, transparansi adalah kewajiban, bukan pilihan. Ketika dokumen anggaran ditutup dan pejabat memilih diam, publik berhak mendesak pertanggungjawaban. Negara tidak boleh kalah oleh birokrasi yang enggan diawasi.
Kini publik menunggu sikap tegas Pemkab Labura:
membuka informasi sesuai hukum, atau terus membiarkan ketertutupan yang hanya akan memperdalam krisis kepercayaan.
Reporter: WartaREPUBLIK.com
Editor: Zulkarnain Idrus
.png)