ASPEK Indonesia Desak Kepastian Perlindungan Sosial Bagi Pekerja Ojek Online -->

Header Menu

ASPEK Indonesia Desak Kepastian Perlindungan Sosial Bagi Pekerja Ojek Online

Mas Win
Saturday, 28 June 2025

(Foto: Rastra, Aspek Indonesia)

Warta Republik | Jakarta (28/06/2025) — Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia menyampaikan sikap tegas menuntut keadilan hubungan kerja, kesejahteraan, serta perlindungan sosial bagi jutaan pekerja ojek online (ojol) di Indonesia. Sistem kemitraan yang digunakan oleh aplikator selama ini dinilai hanya bersifat semu dan telah menciptakan kondisi kerja yang eksploitatif.

Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia, Tri Asmoko Aripan, menyoroti bahwa meski pengemudi disebut sebagai “mitra”, faktanya perusahaan aplikator mengontrol penuh aspek kerja, mulai dari tarif, sanksi, evaluasi, hingga insentif.

“Kemitraan ini hanyalah ilusi. Aplikator bertindak seperti pemberi kerja, tetapi menghindari kewajiban hukum terhadap pekerja,” tegas Tri Asmoko.

Sekjen ASPEK Indonesia Tri Asmoko (Foto: Rastra, Aspek Indonesia)

ASPEK Indonesia menekankan empat tuntutan utama sebagai bentuk dorongan perubahan struktural dalam hubungan kerja di sektor ojol:

1. Pengakuan Hubungan Kerja secara Hukum
ASPEK Indonesia mendesak agar hubungan antara pengemudi ojol dan aplikator diakui secara hukum sebagai hubungan kerja. Aplikator memenuhi unsur kontrol dan pengawasan sebagaimana didefinisikan dalam UU Ketenagakerjaan, sehingga pengemudi seharusnya mendapatkan status dan perlindungan sebagai pekerja.

2. Sistem Tarif dan Potongan yang Transparan dan Adil
Sistem tarif dan potongan saat ini dinilai tidak adil dan sangat merugikan pekerja. ASPEK Indonesia mencatat beberapa bentuk ketidakadilan:
• Tarif Dasar yang Tidak Layak: Tarif per kilometer tidak mencerminkan risiko kerja, inflasi dalam penetapan tarif, dan biaya operasional.
• Penurunan Tarif Sepihak: Tarif sering diturunkan sepihak tanpa melibatkan pengemudi, dan promosi/diskon dibebankan pada pendapatan mereka.
• Potongan Komisi Tidak Transparan: Komisi 20–30% dikenakan tanpa kejelasan penggunaan atau jaminan layanan, seperti asuransi aktif.
• Skema Insentif Eksploitatif: Target kerja berlebihan membuat pengemudi harus bekerja lama di bawah tekanan tinggi, meningkatkan risiko kecelakaan kerja.
• Relasi Kuasa yang Timpang: Tidak ada mekanisme keberatan atau partisipasi pengemudi dalam penetapan kebijakan tarif.

“Kami menuntut adanya mekanisme tarif dan potongan yang ditentukan secara kolektif, adil, dan berdasarkan prinsip transparansi serta partisipasi pekerja,” ujar Tri Asmoko.

3. Perlindungan Jaminan Sosial
Mayoritas pengemudi belum mendapatkan akses jaminan sosial dasar. ASPEK Indonesia menuntut agar:
• Semua pekerja ojol didaftarkan dalam BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
• Perlindungan mencakup kecelakaan kerja, kematian, cacat, dan hari tua.
• Potongan dari penghasilan pengemudi tidak lagi digunakan tanpa imbal balik berupa jaminan nyata.

4. Pengakuan Hak Berunding dan Berserikat
ASPEK Indonesia juga menekankan pentingnya hak berserikat dan berunding bagi pekerja ojol. Tanpa pengakuan terhadap hak-hak ini, tidak akan ada keadilan tarif maupun perlindungan kerja.

ASPEK menuntut:
• Adanya forum dialog sosial antara aplikator dan perwakilan pengemudi.
• Mekanisme penyelesaian perselisihan yang independen dan adil.
• Perlindungan hukum bagi pengemudi yang aktif dalam serikat pekerja dari pemutusan kemitraan sepihak.

ASPEK Indonesia menegaskan bahwa perjuangan untuk pengakuan hubungan kerja, keadilan tarif, perlindungan sosial, dan hak berunding bagi pekerja ojol adalah langkah penting menuju keadilan industrial dalam ekonomi digital.

“Tanpa langkah konkret dari pemerintah dan aplikator, eksploitasi terhadap pekerja ojol akan terus berlangsung di balik istilah ‘kemitraan’. Negara harus hadir untuk menjamin keadilan,” tutup Tri Asmoko.

Sumber: Rastra